FindWisata | Mengenal Sekilas Marga Raja Sitompul
Cerita rakyat merupakan karya sastra yang dimiliki oleh masing-masing suku bangsa. Tidak dapat dimungkiri kehadirannya di tengah masyarakat memberi banyak manfaat. Selain menghibur, cerita rakyat juga hadir memberi pesan dan contoh positif dalam hubungan sosial masyarakat pemilik dan penikmatnya. Sastra mengajarkan banyak hal, ilmu pengetahuan, agama, budi pekerti,sejarah, persahabatan, adat kebiasaan, dan lain-lain. Melalui sastra, kita dapat mengenal suatu kelompok masyarakat.Dalam upaya memperkenalkan budaya ini, salah satu hal yang dilakukan adalah cerita rakyat Tapanuli Tengah ke dalam bahasa Indonesia. Hal ini juga bertujuan agar pesan moral dan adat kebiasaan masyarakat pemilik cerita dapat dipahamioleh masyarakat, baik di Indonesia maupun di dunia.
Raja Sobu diperkirakan hidup pada abad ke XV atau sekitar tahun 1455. Ia adalah keturunan ke 5 dari si Raja Batak. Ia memiliki dua orang anak. pada awal mulanya menurut sejarah dari orang tua bahwa Boru Baso paet sewaktu melahirkan ternyata yang dilahirkan adalah sebuah kantong janin yang menyerupai bola lalu si Raja sobu melihat istrinya melahirkan sebuah kantong janin seperti bola maka si Raja Sobu pun meletakkan kantong Janin tersebut di atas para-para jabu halak batak najolo setelah beberapa minggu terdengarlah suara bayi dari atas rumah tersebut dan si Raja Sobu langsung melihat ke para-para itu ternyata kantong janin seperti bola tersebut adalah 2 orang bayi mungil lantas si Raja Sobu pun menamai kedua anak tersebut dengan nama Si Raja Tinandang atau lebih dikenal Toga Sitompul dan Raja Hasibuan .
Raja Sobu pada awalnya bertempat tinggal di Onan Raja Balige, persisnya adalah di lokasi Rumah Sakit Umum HKBP Balige yang sekarang.
Raja toga Sitompul merupakan saudara kembar dari Raja Hasibuan. menurut sejarah dikarnakan tidak diketahui siabangan antara si Raja Hasibuan dengan Si Raja Tinandang atau lebih dikenal Toga Sitompul maka pada saat itu setelah mereka masing-masing menikah lalu pada suatu hari Si Raja Hasibuan datanglah kerumah siToga Sitompul dan pada saat itu yang dididapati dirumah tersebut hanya istri si Toga Sitompul lalu si Raja Hasibuan pun mengatakan kepada istri si Toga Situmpul kakak agar istri si Toga Sitompul mau memberikan makan dan minum kepada Si Raja Hasibuan maka dibuatlah perjanjian apabila siRaja Hasibuan datang kerumah si Toga Sitompul maka si Raja Hasibuan menjadi sianggian dan apabila Si Toga Sitompul datang kerumah Si Raja hasibuan maka Si Toga Sitompul menjadi sianggian . Raja Toga Sitompul mempunyai satu orang anak yang bernama Hobol Batu.
Hobol Batu.Hobol Batu merupakan anak satu- satunya dari Raja Toga Sitompul. Hobol Batu memiliki dua orang istri. Istri pertama boru Sinaga, dan istri kedua boru Situmorang. Hobol Batu memunyai empat orang anak yaitu:
Sabar Di Laut, yang sekarang kita kenal dengan Sitompul Lumbantoruan
Handang Di Laut, atau disebut juga Sitompul Lumban Dolok
Tuan Sabuk Nabegu, disebut juga Sitompul Siringkiron
Litong Di Tao, disebut juga dengan Sitompul Sibange- bange.
Cerita Marga Sitompul
Menurut cerita, di Desa Gurgur Aek Raja inilah Raja Toga Sitompul bertempat tinggal dan hidup bersama masyarakat disana. Dia kawin dengan seorang putri yang cantik jelita namanya Bunga Marsondang Boru Siregar. Begini ceritanya. Suatu ketika, Raja Toga Sitompul sedang santai duduk di atas pohon sambil menikmati indahnya kawasan gunung dan Tao Toba. Dalam hatinya dia berdoa dan meminta kepada Ompu Mulajadi Nabolon agar ditunjukkan seorang putri atau gadis untuk dijadikan istri agar hidupnya tidak kesepian.
Ketika sadar dari alam angan-angannya, dia melihat ke bawah (dari atas pohon) muncul sebuah bunga yang sangat cantik dan mengeluarkan cahaya putih. Dalam bahasa batak : Bunga na bontar i na binereng nai marsinondang mansai uli. Dia pun turun dari atas pohon hendak memetik bunga nan cantik jelita itu. Ketika dia hendak memetik bunga itu, ternyata bunga tersebut adalah seorang gadis cantik yang tidak ada tandingannya. Mereka pun saling berkenalan dan terjadilah hubungan cinta. Gadis tersebut akhirnya menjadi istrinya dan namanya disebut Bunga Marsondang. Terakhir diketahui Bunga Marsondang adalah Boru Siregar.
Dari hasil pernikahan Raja Toga Tompul dengan Bunga Marsondang dikaruniai satu orang anak yaitu Hobolbatu. Bunga Marsondang sangat sayang terhadap anaknya Hobolbatu. Semua ilmu yang dimiliki Bunga Marsondang diturunkan kepada anaknya. Dan setelah besar Hobolbatu pun dikawinkan.
Istri Hobolbatu ada dua orang yaitu yang pertama Boru Sinaga dan istri kedua Boru Situmorang. Dari istri pertama Boru Sinaga lahir dua orang anak yaitu Sabar Dilaut (Lumbantoruan) dan Handang Dilaut (Lumbandolok).
Dari istri kedua Boru Situmorang lahir tiga anak. Anak pertama adalah Sabuk Nabegu (Siringkiron). Anak kedua lahir seorang anak perempuan namanya Mariana. (Dikenal sebagai Boru Tompul Sopurpuron) dan anak ketiga adalah Lintong Ditao (Sibange-bange).
Dari Gurgur, Ompu Hobolbatu dan keturunannya (pomparan) pindah ke arah Rura Silindung bersamaan dengan marga lain seperti Naipospos dan Sihombing. Mereka berjalan kaki menelusuri lereng bukit barisan menuju Rura Silindung. Pertama kali mereka singgah di Hutabarat. Bukti sejarah menunjukkan bahwa di Hutabarat Tarutung terdapat sebuah perkampungan bernama Huta Sitompul dan sekarang ini masih terdapat disana sebuah rumah marga Sitompul. Dari Hutabarat sebagian pomporan sitompul pindah ke Lumban Siagian dan terakhir di Simalailai yang sekarang dikenal Desa Sitompul. Ketika mereka sampai di Tarutung Rura Silindung yang berkusa waktu itu adalah Guru Mangaloksa dan keturunnnya.
Keturunan marga sitompul tinggal di Tarutung tepatnya Desa Sitompul (sekarang). Sabar Dilaut membangun rumah di daerah bagian bawah (disebut Lumban Toruan) dan Handang Dilaut membangun rumah di bagian atas (Lumban Dolok) dan Lintong Ditao membangun rumah di daerah Bange-bange (makanya disebut Sibange-bange) dan Sabuk Nabegu tinggal di bibir gua dan dia selalu dikunjungi oleh abang dan adeknya. Makanya disebut daerah Sitingkiron dan menjadi Siringkiron.
Sejak itulah Sabar Dilaut selalu dipanggil Sitompul Lumban Toruan, Hangdang Dilaut dipanggil Sitompul Lumban Dolok, Sabuk Nabegu dipanggil Sitompul Siringkiron dan Lintong Ditao dipanggil Sitompul Sibange-bange.
Ketika tim sejarah turun ke desa Sitompul, Ompu Dorkas Sitompul yang lahir di Desa Sitompul dan kini masih tinggal disana menunjukkan letak wilayah Lumban Toruan, wilayah Lumban Dolok, wilayah Siringkuron dan wilayah Sibange. Semuanya masih di wilayah Desa Sitompul yang sekarang.
Bahkan menurut Ompu Dorkas Sitompul, diatas Desa Sitompul, terdapat bukit (tombak) milik masing-masing. “Sebelah sana adalah tombak ni Lumbantoruan, sebelah sana lagi tombak ni Lumban Dolok, sebelah situ tombak ni Siringkiron dan sebelah yang itu tombak ni Sibange-bange, katanya menjelaskan sambil menunjuk bukit yang ada di atas desa tersebut. Dijelaskan, ketika pada awalnya tinggal di Desa Sitompul, selain wilayah untuk tempat tinggal juga mereka mewarisi ‘tombak’ (bukit). “Waktu kecil saya masih ingat, kami anak-anak pergi ke ‘tombak’ untuk mencari kayu bakar. Dan hingga sekarang tidak ada marga lain yang mengaku ‘tombak’ tersebut selain sitompul,” kata HP Sitompul anak dari Ompu Dorkas.
Disanalah mereka tinggal dan berketurunan. Sementara itu, Ompu Hobolbatu terus menelusuri gunung, lembah dan gunung sampai ke Luat Pahae, terus ke Sipirok, Padang Sidimpuan dan Gunungtua. Di daerah-daerah tersebut dia melihat bahwa ada kehidupan. Dia pun kembali ke Tarutung dan menceritakan bahwa di daerah yang dia jalani ada kehidupan baru yang lebih baik. Dia pun menyuruh pomparannya kesana membuka lahan pertanian.
Demikianlah tahun demi tahun, keturunan Sitompul yang ada di Tarutung hijrah secara pelan-pelan ke Luat Pahae dan daerah Sipirok Tapanuli Selatan. Mereka menelusuri lereng gunung sampai ke daerah Pahae. Namun ada yang terus melanjutkan perjalanan sampai ke Sipirok dan Padang Sidempuan Tapanuli Selatan. Dari Luat Pahae ada yang turun lewat gunung dan lembah sampai ke Sibolga Tapanuli Tengah. Dari Tarutung ada juga yang merantau ke Laguboti yaitu Ompu Jarangar anak kelima dari Datumanggiling.
Karena kehidupan di Pahae jauh lebih menjanjikan daripada di Rura Silindung, maka keturunan sitompul yang ada di Tarutung hijrah setelah mendengar bahwa saudara-saudaranya sudah banyak yang berhasil di Pahae. Sampai generasi ke 8 (nomor 8 dari Raja Toga Sitompul pada tarombo) masih banyak yang hijrah ke Pahae. Disaat itu terjadi perang Padri dan perang Bonjol.
Tugu sitompul terdapat di Tarutung, tepatnya di desa Hutabarat. Tugu ini terdapat 4 buah pilar yang melambangkan empat jenis Sitompul yaitu Lumban Toruan, Lumban Dolok, Siringkiron, dan Sibange- bange.
Semoga informasi ini bermanfaat bagi kita. Mari kita jaga dan lestarikan kebudayaan Adat kita diseluruh daerah nusantara ini, agar anak cucu kita mengetahui asal-usul sejarah yang beradah di daerah kita masing-masing.